Aku menikah dengan Rosmina, istriku yang sekarang pada tanggal 17 Februari 1966, ketika itu usiaku 25 tahun, sedang usia istriku 18 tahun. Yang masih berkesan pada diriku hingga kini, adalah ketika rombongan laki-laki dibawa ke rumah penganten perempuan untuk melangsungkan acara akad nikah yakni di rumah Maktuo-ku di jalan Puri ke jalan Japaris Medan, ditengah jalan dicegat oleh pasukan kesatuan aksi pemuda.
Karena hari hujan, rombongan pengantin lakilaki agak terlambat tiba dirumah pengantin perempuan. Rombongan lakilaki baru berangkat setelah hujan teduh. Ketika itu jam malam sedang berlaku, dan karena itulah rombongan pengantin lakilaki ditahan ditengah jalan. Tapi setelah diketahui pengantin lelaki itu adalah Zatako yang ketika itu terkenal dikalangan pejuang orde baru, maka akhirnya rombongan pengantin lakilaki itu langsung dikawal hingga sampai dirumah perempuan. Malam pengawalan terus berlangsung hingga selesai acara akad nikah.
***
Karirku sebagai penulis merangkap wartawan memang diawali secara baik dan utuh sejak tahun 1966 itu. Setelah aku menikah aku benar-benar merasa diriku sudah matang. Matang dalam berbuat dan matang dalam berkarya. Pada zaman orde baru dan perjuangan angkatan 66 itu-lah kegairahan menulisku bertambah hebat. Dalam menulis kreatif berupa puisi, cerita pendek dan artikel artikel kebudayaan, aku tetap memakai namaku Zainuddi Tamir Koto. Nama Zatako hanya berlaku untuk karya kewartawanan. Aku menyadari pula bahwa hidup sebagai penulis karya-karya sastra tidak mencukupi. Untuk menghidupi driku dan keluargaku, aku memilih juga menjadi wartawan. Ketika aku tidak sibuk, maka aku menulis karya sastra berupa puisi, cerita pendek dan artikel-artikel kebudayaan. Karya-karya sastra dan hiburan pada mulanya yakni ketika aku sedang menciptanya tidak aku bedakan. Baru setelah karya itu selesai aku ketik dan setelah aku baca dapat aku bedakan bermutu sastra atau hanya berupa karya hiburan. Bila memang dia bermutu sastra, maka karya tersebut aku kirimkan ke ruangan kebudayaan surat kabar dan majalah di Jakarta atau di Medan dan kota-kota di Indonesia lainnya, tetapi bila dia hanya berupa hiburan, dia akan aku kirimkan ke majalah hiburan yang jumlahnya cukup banyak.
Masa produktifku menulis adalah tahun enampuluhan sampai delapan puluhan. Karya sastra dan hiburanku ketika itu hampir sama banyaknya. Malah karya sastraku tidak hanya dimuat di majalah Horison, tetapi juga pada majalah kebudayaan di Malaysia, Singapura, Brunai Darusallam dan Thailand. Karena sudah terkenal sebagai penulis, maka waktupun banyak di undang untuk menghadiri pertemuan dan seminar sastra di Malaysia, Singapura, Brunai Darusallam dan beberapa kota besar di Indonesia. Bersama dengan itu, buku-buku antologi puisi, cerita pendek dan novel sudah banyak pula diterbitkan.
Sebagai penyair, aku sudah sering baca puisi di Jakarta, Bandung, kuala Lumpur, Medan, Padang dan beberapa kota lainnya di Indonesia seperti Denpasar, Banda Aceh. Akhirnya dunia tulis menulis baik menulis cerita fiksi dan kewartawanan tidak bisa dipisahkan dari kehidupanku. Menulis merupakan kehidupanku. Dia sudah menyatu dalam hidupku Dia sudah seperli lepat dengan daunnya, sendok dan garpu, mobil dan bensin.
Pada mulanya aku hannya menulis cerita fiksi, puisi dan artikel kebudayaan. Namun akhirnya aku menjadi jenuh juga. Aku ingin lebih luas menulis apa saja. Yang paling menarim diriku selain menulis cerita fiksi adalah menulis cerita dan berita-berita olahraga. Menurut pendapatku, menulis berita-berita olahraga sama saja dengan menulis berita kegiatan kesenian dan kebudayaan. Seperti menulis resensi drama, tari, dan berbagai macam kesenian, seni rupa dan kesenian lainnya.
Ketika aku ingin meliput PON ke VIII pada tahun 1969 di Surabaya, maka aku harus mengikuti sayembara menulis berita dan artikel olahraga yang diselenggarakan oleh PWI Cabang Sumut.
Mereka mereka yang sebelumnya bukan wartawan olahraga, tetapi jika berhasil menang dari sayembara ini, berhak mengikuti kontingen PON VIII Sumut ke Surabaya. Syukur alhamdulilla, aku tampil sebagai pemenang pertama dalam sayembara tersebut.
Sejak itulah resmi aku menjadi wartawan olahraga. Aku dianggap paling berhasil membahas kegiatan kontingen Sumut sebelum bertolak ke lokasi penyelenggaraan PON VII di Surabaya. Hasil liputan yang aku buat juga dinilai cukup baik bagi para pembaca surat kabar yang kuwakili, yakni Aneka Minggu, dan juga penilaian KONI Sumut. Prestasi baikku itu diharga oleh ketua harian KONI Sumut, Kamaruddin Pangabean.
Aku dibawanya ikut meliput turnamen Piala Merdeka di Kuala Lumpur dan turnamen piala Raja di Bangkok. Itulah pengalaman pertamaku di luar negeri. Setelah itu hampir setiap tahun aku bertugas ke luar negeri meliput berbagai kegiatan olahraga. Suksesku sebagai wartawan olahraga itu mebuat aku sering dikirim ke luar negeri. Bila bukan surat kabar tempat aku bekerja mengirimku meliput kegiatan olahraga di luar negeri, kadang-kadang top organisasi olahraga membawa aku ke luar negeri meliput kejuaraan yang bertingkat di asia Tenggara atau Asia.
Suksesku menulis berita dan artikel olahraga, terutama sepak bola, tinju dan bulutangkis, membuat aku di rekrut menjadi redaktur Majalah Olahraga Olympic tahun 1977 hingga majalah itu berhenti terbit tahun 1983 lalu. Hingga kini perpaduan menulis cerita fiksi dan olahraga ini masih menyatu dalam diriku. Bila sedang ramai kegiatan olahraga, maka aku aktif sebagai penulis olahraga. Bila aku asik pula dengan kepada berita-berita kebudayaan dan sastra, maka aku aktif pula menulis berita kebudayaan dan sastra. Dalam kepenulisan berita olahraga itu, aku mempertahankan nama Zatako, sedangkan perihal kebudayaan dan sastra aku tetap memakai nama lengkapku, yakni Zainuddin Tamir Koto. Yah, begitulah latar belakang dunia tulis menulis yang aku hayati sejak akhhir tahun limapuluhan.
Gemarnya aku menulis mungkin karena aku rajin membaca. Atau mungkin pula bakat menulis dirintis oleh almarhum ayahku yang senang bakaba dan membaca. Setelah aku membaca sesuatu artikel maka timbul pula niatku untuk menulis, dan aku terus mendekati mesin tik, dan aku ketik cerita apa yang inin kubuat.
Bila aku sudah asik mengetik, aku akan berhenti bila cerita yang aku karang itu selesai. Bila cerita itu sudah selesai, ia aku simpan dul. Beberapa hari kemudian kubaca, dan bila memang sudah cukup baik, baru dia ku muat di surat kabar atau majalah tempat aku bekerja, atau dia aku kirimkan pada surat kabar dan majalah lain yang menurutku cocok untuk penerbitan tersebut. Seperti itulah aku menulis cerita fiksi dan beberapa artikel kebudayaan juga olahraga. Agar tulisan yang kubuat lebih baik dan lebih akurat, maka aku harus belajar pada objek tulisan kepada tokoh-tokoh yang memang pakar pada persoalan yang hendak aku tulis. Misalnya aku ingin menulis artikel mengenai teater, maka aku harus mendalami serba sedikit tentang teater. Selain banyak menyaksikan pertunjukkan teater, maka aku juga banyak membaca buku-buku atau artikel mengenai teater. Demikian pula aku menulis tentang seni rupa, tari dan berbagai kesenian lainnya, aku lebih dulu mendalami tentang objek yang hendak aku tulis itu.
Khusus tentang olahraga, sebagai wartawan olahraga yang hendak menulis berita dengan baik, aku sudah berkali-kali mengikuti penataran tentang olahraga yang diselenggarakan oleh SIWO/PWI. Hingga sekarang aku terdaftar sebagai anggota wartawan olahraga internasional (AIPS). Menurut pendapatku, agar berita itu menarik dibaca oleh pembaca, maka kita harus mempunyai kelebihan dari penulis lain. Demikian ppola dasar kepenulisanku. Aku kira penulis lain juga tidak banyak berbeda dengan craku menulis. Aku hanya senang jika disebut penulis bukan pengarang. Pengarang itu adalah sebuah profesi besar, dimana orangnya lebih sering mengarang buku-buku ilmu pengetahuan atau cerita fiksi yang agung yang kemudian pengarangnya berhasil meraih hadiah Nobel, karena mutu karangannya yang memang baik.
Tapi aku ini hanya wajar disebut sebagai penulis biasa saja, yang mampu membuat berbagai tulisan dengan amat dan sangat sederhana sekali penyajiannya. Tentang kesederhanaan ini memang menjadi ciri khas-ku.
Malah semu puisi-puisi yang kutulis dan sudah terkumpul dalam 6 antologi, seluruhnya adalah puisi-puisi sederhana yang menurut istilahku adalah puisi yang terang benderang. Para pembaca puisiku tak perlu mengerenyitkan dahi, karena puisi-puisiku mudah dicerna dan mudah dimengerti. Demikian pula dengan cerpen-cerpenku. Aku suka menulis masalah yang ringan-ringan yang aku sajikan dengan humor. Setiap orang yang membaca cerpen-cerpenku pasti akan berkesan, karena hampir semua cerita yang kukarang lebih menonjolkan kelucuan.
Namun kadang-kadang aku suka juga menulis tentang horor dan mistik, namun cara penyajian dan penulisannya tetap saja ringan dan humor. Karena itulah barangkali ciri khas-ku menulis. Bagiku kesederhanaan itu adalah juga kesenian, dan setiap pembaca harus terkesan dengan apa yang aku tulis. Sambil menonjolkan humor, aku juga tak lupa menyampaikan pesan. Baik pesan agama, pendidikan dan kepercayaan diri bagi para pembaca-pembacaku.
Selain pernah menjadi redaktur majalah olahraga (OLYMPIC), aku juga pernah menjadi redaktur majalah musik, yakni majalah musik TOP. Pada tahun 70-an, majalah musik TOP sama populernya dengan majalah OLYMPIC. Anehnya kedua majalah yang diterbitkan oleh penerbit Tiara Klik itu sama-sama pula matinya.
Setelah kedua majalah yang sangat dicintai remaja itu tidak terbit lagi, aku kembali menulis di suat kabar. Bagi pembaca surat kabar terkemuka di Padang, yakni HALUAN, nama penulis olahraga Zatako dengan inisial ZTK sudah tidak asing lagi. Aku memang lebih banyak menulis berita olahraga ketimbang berita umum lainnya. Berita-berit olahraga sejak 17 tahun yang lalu memang benar-benar aku hayati, sebab dengan menulis berita olahraga itulah aku bisa menjelajahi Indonesia yang terdiri dari 27 propinsi ini. Karenanya juga aku turut mengunjungi negara-negara Asia Tenggara sehubungan dengan tugas peliputan olahraga.
Terus terang, olahraga itulah yang membuat panjang perjalananku. Aku merasa bersyukur kepada Tuhan, karena bakat yang diberikannya kepadaku, membuat aku banyak mengunjungi beberapa daerah di wilayah Indonesia dan beberapa negara diluar kawasan Indonesia.
Dari hasil perjalanan ke beberapa daerah dan luar negeri itu pula aku dapat menghasilkan tulisan berupa laporan perjalanan. Banyak yang dapat kutulis dari pengalaman perjalanan tersebut, seperti cerpen atau artikel pariwisata, atau tentang adat istiadat daerah atau negara yang aku kunjungi. Alat transportasi yang aku gunakan dalam tugas perjalanan itu juga beraneka ragam. Kadang-kadang kalau lagi nasib baik, aku naik kapal terbang. Tapi tidak jarang pula aku naik bis, angkutan umum dan kapal laut.
Bagiku perjalanan dengan menggunakan transportasi apapun sama saja menyenangkannya, hanya saja perbedaannya pada durasi waktu yang terpakai menuju tempat tujuan. Kesimpulannya, banyak yang bisa aku tulis. Dan dengan banyaknya ragam yang bisa aku tulis, aku mendapatkan honorarium tambahan. Inilah mukadimah dari pengakuan kepenulisanku. Selanjutnya akan aku tulis lebih rinci.
Diketik dan di edit seperlunya oleh Randy Syahrizal
Randy Syahrizal merupakan salah satu pekerja seni yang tergabung di Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker) Sumatera Utara
Terimakasih referensinya..
BalasHapusDulu pernah punya buku Pasar Malam milik beliau
BalasHapus